Selasa, 07 April 2015

Perempuan Penjaga Telaga



PEREMPUAN PENJAGA TELAGA
Oleh: Baiq Nita Supiana


Perempuan setengah baya itu masih duduk lesu bersama bayi yang ada dalam gendongannya. Ia duduk di pinggiran telaga bersama angan yang entah ada di mana, sungguh tak seorang pun tahu apa yang ada di benaknya saat ini. Beberapa hari ini ia lebih sering terlihat di pinggiran telaga itu, bersama bayinya yang selalu dalam gendongan. Entah apa yang sedang membebani pikirannya.
Seperti halnya hari ini, seharusnya ia berbahagia karena ini hari yang ia tunggu-tunggu. Anak sulungnya yang telah lama tak pulang meninggalkan rumah karena pergi ke negeri seberang untuk mencoba memperbaiki nasib, hari ini pulang. Namun, perempuan itu masih tetap diam di tempat yang sangat disukainya sekarang ini, ia tak kan beranjak dari tempat itu kecuali malam telah tiba. Ya, dipinggir telaga yang airnya cukup keruh itu.

Sorot matanya menampakkan kesedihan yang begitu mendalam, sayu dan seperti ingin menangis namun tertahan oleh sesuatu. Dalam diamnya di pinggir telaga itu, tiba-tiba seseorang datang menghampirinya.
“Bu, Alid pulang. Kenapa ibu tak ada di rumah menyambut kedatangan Alid?”. Hening, sama sekali tak ada jawaban yang didapatkan pemuda itu. Tetap begitu, sampai malam datang dan perempuan itu pulang namun tetap dalam diam.
“Ya Tuhan apa yang terjadi dengan ibu ku selama aku tak di rumah?, kutanya Ayah, tapi Ayah juga seperti enggan memberiku jawaban. Apa yang sesungguhnya telah terjadi?” kata pemuda itu dalam hati pada suatu malam ketika ia belum juga tahu sesuatu yang terjadi di keluarganya.
Maka setelah cukup lama bungkam, ia memutuskan untuk bertanya pada tetangga perihal yang terjadi pada keluarganya. “Bi Inah, iya bi Inah adalah orang yang sangat dekat dengan ibu jadi bi Inah pasti tahu apa yang terjadi dengan keluarga ku” pikirnya yakin. Dan setelah pagi tiba ia memutuskan menemui bi Inah untuk mencari tahu apa yang terjadi.
Saat pertama ia menemui bi Inah, ia tak langsung mendapat jawaban yang dicarinya. Bi Inah tak mau menceritakannya karena berpikir itu adalah masalah keluarganya dan menurutnya harus keluarganyalah yang menceritakan semua yang terjadi pada keluarganya, bukan dia. Namun, Alid sudah tak memiliki keluarga lagi selain ibu dan ayahnya yang ia tinggalkan dulu. Dan dengan sedikit memohon akhirnya Alid bisa meyakinkan bi Inah hingga mau menceritakan semua yang terjadi padanya.
“Pada saat itu, dua hari sebelum kepergianmu ke Malaysia, sebenarnya ayah dan ibu mu bertengkar hebat tapi tak ada yang tahu hal itu”, kata bi Inah mulai bercerita.
Entah apa yang mereka ributkan juga tak ada yang tahu. Hingga suatu ketika ibu mu datang dan menceritakan semuanya pada bibi”. Alid tertunduk diam, mencoba mencerna setiap kalimat yang diucapkan bi Inah tentang keluarganya, ia tak ingin menyela ceritanya bi Inah.
Ibumu bilang waktu itu ia tahu ayahmu selingkuh dengan gadis di desa sebelah, namanya Odah, ia adalah keponakannya pak Samsul. Kau pasti tahu perempuan itu”, bi Inah diam, menunggu tanggapan Alid namun Alid hanya mengangguk dan kembali diam. Kemudian bi Inah melanjutkan ceritanya.
 Ibumu waktu itu benar-benar marah pada ayah mu, bukan hanya karena ia selingkuh tapi ketika ibu mu meminta uang untuk diberikan kepadamu yang akan pergi, ayah mu malah mengatakan tak punya uang padahal ibu mu tahu kalau ayahmu baru dapat gaji saat bekerja ikut dengan pak Erwin mengerjakan rumah di Gubuk Baru kemarin.”
“Dan parahnya lagi, Ibumu juga tahu bahwa ayahmu menghabiskan uang untuk perempuan selingkuhannya itu sehingga membuat ibumu sangat marah dan akhirnya mereka bertengkar”. Bi Inah berhenti sejenak.
”Lalu apakah hal itu yang membuat ibu ku menjadi seperti sekarang ini bi? dan mengapa ayah begitu kejam kepada ibu?” hanya pertanyaan itu yang keluar dari mulut Alid
 Bibi tidak berani mengatakan itu yang membuat ibumu seperti ini, namun mungkin memang ia. Pasalnya, ayahmu tak pernah mau berubah meski sudah banyak orang menasehatinya. Ia terlalu dibutakan oleh perempuan itu”
Serinah, ibunya Alid yang kini lebih menikmati hidupnya di pinggiran telaga itu memang dikenal sangat berbakti kepada suaminya. Ia percaya bahwa setelah menikah, surga seorang perempuan ada di telapak kaki suaminya. Maka Ia hanya bisa pasrah ketika tahu suaminya selingkuh dan bahkan sering memukulinya. Pernah ia mencoba bicara baik-baik pada suaminya perihal suaminya yang selingkuh itu, tapi malah selalu dijawab dengan pukulan.
Ketika suasana hati lelaki itu sedang baik dan sadar, ia akan diam di rumah dan memiinta istrinya melayaninya. Dan, istrinya tak pernah dapat menolak karena ia takut suaminya akan kembali marah dan memukuli dirinya, juga karena cinta yang dia miliki untuk suaminya terlalu besar hingga membuatnya tak pernah mampu menolak. Hingga suatu ketika perempuan itu mengandung dan melahirkan anak keduanya.
Pernah juga sebelum ia melahirkan, saat usia kandungannya memasuki usia tujuh bulan, suaminya menendangnya hingga terpental ke tembok. Waktu itu suaminya pulang dalam keadaan mabuk. Saat pagi datang dan dia sudah sadar dari mabuknya semalam, dia ke dapur karena perutnya terasa lapar namun tak ada makanan yang ditemuinya. Karena itu dia geram dan memukuli istrinya yang sedang hamil tua. Dan perempuan itu hanya bisa menangis.
Selama masa kehamilannya, ia tak pernah mendapatkan perhatian dari suaminya. Berbeda ketika dia mengandung anak pertama mereka. Perhatian benar-benar ia dapatkan dari suaminya, juga waktu itu ibu mertuanya masih hidup. Jadi perhatian tidak hanya ia dapatkan dari suaminya, tetapi juga dari mertua yang sangat menyayanginya.
“Bu, maafkan Alid. Selama ini ibu pasti sangat tersiksa, terlebih ibu sendiri menghadapi Ayah. Maafkan Alid yang terlalu lama pergi.” Kata Alid mencoba bicara pada ibunya meski ia tahu, ia tak akan dapat jawaban.
“seandainya Alid tahu apa yang terjadi, Alid tak akan pernah pergi. Sekarang Alid janji tak akan pernah pergi meninggalkan Ibu dan adik Alid. Alid akan menjaga ibu dari Ayah.” Alid terus berbicara. Ia merasa puas meski ibunya tak pernah menjawabnya. Meskipun tidak dalam keadaan yang cukup baik, namun Ia masih sangat bersyukur menemukan ibunya masih hidup meski dengan segala penderitaan yang dihadapinya sekarang ini.
Telaga itu saat ini menjadi satu-satunya tempat yang paling sering dikunjungi oleh perempuan itu setelah melahirkan anak keduanya, dan ia menjadi perempuan yang sangat dingin. Tak ada satu orang pun yang mau dia ajak bicara. Masyarakat sekitar mencoba memahami situasinya. Dulu mereka sudah sering mencoba membantu dengan bicara pada suaminya namun tak pernah ada hasilnya, malah suaminya marah-marah dan mengira istrinya bercerita kemana-mana perihal perilakunya.
“Diam saja, tak usah ikut campur. Dia istriku dan ini bukan urusan kalian” katanya pada suatu ketika saat ada orang yang mencoba menasehatinya. Tak pernah ada yang berhasil.
Alid, putra mereka tentu tak pernah tahu apa yang terjadi. Karena tak seorang pun pernah bercerita padanya. Jika saja ia tak pulang, ia tak akan pernah tahu bahwa ternyata ibunya sangat menderita semenjak dia pergi ke negeri seberang. Ia mengetahui semuanya ketika sekarang ia sudah berada di rumah dan ia sangat menyesal meninggalkan ibunya begitu lama.
Hingga pada suatu malam yang sangat dingin dan angin di luar rumah begitu kencang, ibunya datang menemui Alid yang sedang berbaring di kamarnya. Alid terkejut karena setelah dua minggu ia pulang, baru malam ini ibunya menghampirinya ke kamarnya. Seketika Alid terbangun dan tersenyum kepada ibunya.
“Ada apa, bu?” tanya Alid ketika ibunya sudah duduk di dekatnya.
Perempuan itu hanya memandang anaknya dan kemudian tersenyum. Alid sangat bahagia melihat senyum itu lagi terlebih senyum itu terlihat begitu hangat. Senyum yang sangat ia rindukan. Perempuan itu mencoba mengelus kepala anaknya, kemudian memegang tangannya. Dan, ia menangis.
“Nak, maafkan ibu” itulah kalimat pertama yang keluar dari bibir perempuan itu.
Alid menggeleng sambil tersenyum dan kemudian berkata “Tidak bu, tak ada yang salah”
“kau sudah menyaksikan semua yang terjadi di keluarga kita, kau sudah tahu bagaimana ayahmu. Tapi satu yang ibu minta padamu, nak. Jangan kau benci ayahmu karena walau bagaimana pun ia tetap ayahmu, dan ibu juga sangat mencintainya bagaimana pun keadaannya” ucap perempuan itu seraya menatap anaknya hangat.
Entah cinta apa yang dimiliki perempuan itu. benarkah bahwa cinta memang kadang tak ada logika seperti yang sering diucapkan oleh kebanyakan orang. Tapi masih adakah cinta tersisa ketika yang kita dapatkan hanya pengkhianatan? Entahlah.
“ibu baik-baik saja nak, kau jangan pernah mengkhawatirkan ibu” lanjut perempuan itu.
“baiklah, ini sudah malam. Sudah waktunya kau istirahat dan ibu akan menemanimu hingga kau terlelap”. Dan Alid pun tertidur.
Malam sudah larut. Dan Alid sudah tertidur pulas. Angin di luar rumah semakin kencang dan dingin semakin terasa menusuk-nusuk di tubuh. Dan di kamar lain, Serinah, Ibu Alid terlihat diam-diam keluar rumah menggendong anaknya yang masih kecil bersama dinginnya malam yang semakin mencekam. Entah kemana tujuannya. Ia terus berjalan menyusuri malam, hingga ia sampai di tempat yang ditujunya, telaga berair keruh itu. Ia berdiri, tatapannya kosong, anaknya tertidur pulas dalam gendongannya.
Tiba-tiba ia berteriak sejadi-jadinya, tentu tak kan ada yang mendengarnya karena telaga itu berada di tengah sawah dan jauh dari rumah-rumah warga. Kemudian ia berjalan lagi untuk mengumpulkan batu-batu kecil tapi bukan kerikil dan ternyata batu-batu itu ia ikatkan ke tubuhnya satu persatu hingga tubuhnya benar-benar terasa berat dan penuh oleh batu-batu itu. Anaknya tetap di gendongannya dan dalam keadaan sudah terikat erat bersama batu-batu itu. Kemudian, secara perlahan ia menceburkan dirinya ke telaga itu. Dan, Biuuuuuuuuuurrrrrrrr. . . suara air telaga, dan sesaat kemudian semuanya menjadi hening.
Keesokan pagi, ketika Alid hendak mencari Ibunya ke kamarnya ia malah terkejut tak menemukan siapa pun. Alid mecari ke setiap sudut ruangan tapi tak ada. Hingga ia memutuskan mencari Ibunya ke telaga yang selalu didatangi oleh ibunya. Namun, sesampainya di sana nihil, telaga sepi karena memang telaga itu jarang didatangi orang kecuali ibunya.
 Alid benar-benar bingung ke mana lagi harus mencari, tak banyak tempat yang ia tahu untuk mencari ibunya. Dan ayahnya malah tak pernah kelihatan batang hidungnya setelah dihajar oleh Alid beberapa hari yang lalu, setelah Alid tahu yang sebenarnya terjadi ia tak bisa menahan dirinya untuk tidak menghajar lelaki hidung belang itu.
Dua hari berlalu semenjak ibunya menghilang, Alid tak pernah di rumah. Ia mendatangi tempat yang kemungkinan didatangi ibunya tapi tetap tidak menemukan apa-apa. Hingga ia dipanggil oleh seorang anak kecil, dan diberitahu bahwa ada yang menemukan ibunya. Sontak dengan cepat Alid mengikuti anak kecil tersebut. Sesampai ditempat yang ditunjukkan anak kecil tersebut, Alid hanya diam bagai sejenak kehilangan nyawa kemudian menangis sejadi-jadinya menyaksikan tubuh Ibu dan adiknya yang terkulai lemah dan bengkak dalam keadaan tak bernyawa, dan Batu-batu kecil itu masih terikat ditubuhnya.
Perempuan itu, ibunya Alid. ditemukan oleh seorang petani yang datang ke sawah di dekat telaga itu. Ketika itu petani tersebut hendak mencuci kaki setelah seharian bekerja di sawah, karena kebetulan air telaga tersebut kecil maka ia memutuskan turun, namun ketika hendak naik seperti ada sesuatu yang menyangkut di kakinya, ia mencoba menarik kakinya namun masih tersangkut. Maka dia menarik dengan tangannya dan ia sungguh sangat terkejut bahwa yang ia temukan adalah rambut. Ia tambah terkejut ketika menariknya lebih kuat lagi yang ia temukan adalah tubuh seorang manusia. Sontak ia berlari, berteriak memanggil warga untuk menyaksikan apa yang ia temukan. Sesosok tubuh manusia yang sudah membengkak dengan batu-batu yang terikat di tubuhnya bersama bayi masih dalam gendongannya.
Ketika hari selasa menjelang malam, katanya sering terdengar suara aneh berasal dari telaga itu. suara itu terdengar seperti suara seorang ibu sedang bermain bersama anak kecil, kemudian tiba-tiba menagis, tertawa, menangis, menangis, dan tertawa lagi dan begitu seterusnya.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Belajarlah menghargai dari hal-hal yang kecil :D