Tentang Zalfa dan Teman-temannya
Oleh : Baiq Nita
Supiana
Pagi
itu, ketika matahari sudah terbit di ufuk timur, gadis bertubuh kecil itu masih tertidur pulas di
kamar kosnya. Ia terbangun oleh
suara alarm dari jam beker
kesayangannya. Dengan kepala yang masih
terasa pusing karena terbangun tiba-tiba, ia berjalan sempoyongan ke kamar
mandi.
Seandainya tadi malam ia tak
mengatur alarmnya sebelum tidur, maka sudah pasti ia akan ditinggal oleh
teman-temannya.
Ketika
sampai di tempat teman-temannya menunggu, ternyata Zalfa adalah orang terakhir
yang sampai di sana. Maka wajar saja bila teman-temannya kesal dan mengeluarkan
segala caci maki mereka untuknya. Tapi tentu saja Zalfa tak akan mempedulikan
hal itu. Karena ia tahu teman-temannya tak pernah serius dengan apa yang mereka
ucapkan meski kenyataannya mereka memang kesal dengan sifat ngaretnya itu.
“Ayo,
teman-teman kita berangkat sekarang ini sudah hampir jam 9 nanti kita kesiangan
sampai sana” ucapnya tanpa wajah berdosa, padahal ia adalah orang yang membuat
mereka harus menunggu berlama-lama di sana.
Maka
sontak saja Doni mendaratkan jitakan di Jidatnya yang menyilaukan tanpa poni
itu. Meski begitu, teman-temannya sangat menyayangi Zalfa karena ia selalu bisa
menghibur teman-temannya bila sedang bersedih, dan jika mereka bepergian tanpa
dia ? tentu saja semuanya akan terasa sepi tanpa tingkah dan cerita-cerita
konyolnya.
Hari
ini adalah hari minggu, hari di mana semua orang menikmati hari liburnya. Seperti
halnya sepuluh orang bersahabat ini, hari ini mereka akan melakukan petualangan
kecil-kecilan yaitu mendaki sebuah bukit yang paling ingin dituju oleh si
Zalfa, gadis bertubuh kecil dan ngaret itu.
Kemarin, setelah selesai kuliah mereka kumpul di meja yang berada di pojok
halaman kampus untuk merencanakan
kepergian mereka hari ini. Membicarakan apa saja yang harus dibawa, siapa
dibonceng oleh siapa, dan semua yang menyangkut perjalanan mereka hari ini. Dan
Zalfa, karena hanya dia yang tak memiliki kendaraan di antara teman-temannya,
tentu saja ia tak akan mau lepas dari boncengan Hayu, si gadis cantik bertubuh
kekar yang memiliki kepribadian tak seanggun namanya, ia tomboy. Dan teman-temannya
yang lain sudah memiliki boncengan masing-masing.
Sawah-sawah
yang terhampar luas menyuguhkan warna hijau yang benar-benar menyegarkan mata. Gunung-gunung yang menjulang tinggi di atas bukit
ini menyempurnakan indahnya pemandangan . Udara, air, pohon-pohon yang tinggi,
segalanya terasa indah di tempat itu. Rasa letih, lelah yang dirasakan hingga
bisa berada di puncak bukit ini, tak dirasakan lagi ketika sudah benar-benar
berada di puncaknya. Segalanya seperti terbayarkan oleh pemandangan yang terbentang
luas nan indah ini.
Memang,
untuk mendapatkan sesuatu yang indah itu memerlukan pengorbanan yang tidak
sedikit untuk dapat menikmatinya. “seandainya aku memiliki kesempatan untuk
tetap tinggal di tempat ini” bisik Zalfa dalam hati sembari menikmati keindahan
di depannya. Dan acara pemotretan, untuk
mengabadikan hari ini tak kan terlupakan oleh sepuluh sekawan ini. Semua
yang mereka lakukan, semua pemandangan indah yang mereka temukan takkan lupa
untuk mereka abadikan meski hanya sekedar menggunakan kamera dari Handphone mereka yang tentu hasilnya tak
sebanding dengan kamera digital. Namun, semuanya tetap indah untuk mereka
karena kebersamaan.
“Yu,
nanti aku turun di lampu merah menuju kerumah ku itu aja ya. Sepertinya besok
aku tidak masuk kuliah, aku sudah terlanjur janji pada Ibu untuk pulang dan
kepergian kita hari ini aku juga belum memberitahunya, aku takut ibu marah jika
aku tak pulang”, pinta Zalfa tiba-tiba kepada Hayu ketika di tengah perjalanan
pulang.
“loh,
kok tiba-tiba gitu Fa ? kamu ga ngasi tahu anak-anak dulu ?”, kata Hayu dengan
gaya bahasa anak kota karena memang ia anak kota, berbeda dengan Zalfa yang
memang berasal dari kampung yang selalu berbicara dengan bahasa yang masih
terdengar baku.
“
Nanti saja Yu, waktu kita istirahat di rumahnya Yeyen” jawabnya.
“ Ok deh kalo gitu Fa” jawab Hayu kemudian
menambah laju kecepatan motornya agar cepat sampai di rumah Yeyen.
Ya,
setiap mengadakan acara jalan-jalan seperti hari ini, mereka selalu memilih
tempat-tempat yang dekat dengan rumah salah satu di antara mereka. Karena
selain untuk mengunjungi rumah sahabat mereka, juga agar mendapatkan tempat
beristirahat dan makan gratis, maklum kantong anak kuliahan. Jadi selalu senang
dengan hal-hal yang berbau gratis.
Zalfa,
Hayu, Doni, Yeyen, Tiya, Cicil, Yafi, Gio, Irfan, dan Tari. Iya, Mereka adalah
sepuluh orang bersahabat yang menjalin persahabatan semenjak masuk di
satu-satunya Universitas negeri yang katanya terbaik di pulau ini. Lombok. Dan,
kebetulan mereka satu fakultas, satu jurusan, dan satu kelas. Mereka adalah
orang-orang yang berasal dari daerah dan latar belakang yang berbeda-beda
kecuali Tari dan Hayu yang memang asli
orang kota.
***
“Ibu,
Zalfa pulang”, ucap Zalfa setiba di
rumah kemudian menciumtangan ibunya.
“
Maaf Zalfa kesorean, tadi kerumah teman sebentar bu, tidak enak sudah terlanjur
janji” kata Zalfa, ia berbohong.
”Ya
sudah tidak apa-apa yang penting kamu sudah di rumah nak” ucap ibunya, selalu
lembut “Sekarang kamu mandi terus makan. Kamu pasti capek dan lapar” Lanjutnya.
”Ya
Bu” jawab Zalfa kemudian berlalu dari hadapan ibunya.
Malam
ini terlihat mendung. Seharusnya orang-orang takut untuk keluar rumah, takut
jika nanti terguyur hujan. Tapi orang-orang di kampung Zalfa semuanya keluar
untuk pergi kerumah tetangga yang mau mengadakan pesta pernikahan anaknya
besok, membantu mempersiapkan acara tersebut.
“Fa,kamu
tidak keluar nak untuk bantu-bantu sekalian kamu lihat pengantinnya si Slamet.
Cantik sekali”, kata ibunya ketika menghampiri Zalfa di kamarnya.
“Tidak
ah Bu, Zalfa capek kepingin istirahat. Besok saja Bu ya” jawabnya lesu.
“ada Aka juga di sana, Fa. Dia pulang kemarin
kata ibunya.” Tutur ibunya Zalfa.
DEG..
“Ya Tuhan kenapa aku harus mendengar nama itu lagi, setelah sekian lama”
jantungnya berdegup kencang, tiba-tiba saja begitu. “ Aku sudah berusaha
melupakan semua tentangnya, memang semua salahku dulu, tapi apa yang dia
lakukan padaku sekarang terlalu sakit”, Zalfa
tertunduk
diam. ”Namun meski begitu, tetap
saja aku merindukannya, tetap saja aku ingin menemuinya. Apapun yang dia
lakukan sekarang semua karena salahku. Aku terlalu menyakitinya. Lalu, haruskah
aku menemuinya sekarang ?” Tanyanya pada diri sendiri, dan
“Fa, kamu
ngelamun nak ?”, tanya ibunya.
“ahh, tidak bu.
Mungkin Zalfa hanya capek saja. Zalfa tidur saja ya Bu”, jawab Zalfa dan segera
berbaring membelakangi ibunya tanpa menunggu jawaban dari ibunya. Entah apa
yang dia pikirkan sekarang
ini.
***
Beberapa
tahun yang lalu. Sebelum masuk kuliah Zalfa pernah menjalani suatu hubungan
dengan seorang lelaki bernama Aka. Aka ketika itu sangat mencintainya, entah
karena baru pertama kali pacaran atau karena memang ia benar-benar mencintai
Zalfa, tulus tanpa alasan apapun. Ia rela bertahan meski
waktu itu Zalfa sempat mengkhianatinya. Zalfa berselingkuh. Dan Aka tak pernah
mempermasalhkan itu, meski ia begitu sakit. Namun, hubungan mereka menjadi
tidak jelas ketika Zalfa memutuskan untuk menjauh dan Aka pun memutuskan untuk
pergi, mencoba menghilang dari Zalfa sejauh yang ia bisa. Melupakan segala tentang
mereka. Dan, mereka berpisah tanpa kata perpisahan.
Dan
hari ini takdir mempertemukan mereka kembali. Namun, keadaan mereka sudah
berbeda, meski rasa rindu masih terselip di palung hati yang terdalam. Zalfa
mencoba berpaling saat Aka akan menghampirinya, ia tiba-tiba kaku, kakinya
terasa berat untuk digerakkan. “jangan kesini, jangan hampiri aku” batinnya. ”Kumohon
jangan, aku terlalu takut untuk menemuimu”, bibirnya bergetar dan Aka sudah di
depannya, ia tak mungkin untuk menghindar.
Bertemu
secara tiba-tiba begini membuat mereka hanya mampu saling menatap, tak satupun
yang mencoba memulai membuka suara. Hingga “Apa kabar ?” kata itu keluar secara
bersamaan dan membuat mereka kembali bungkam.
“Aku
baik, kamu?” Aka memilih mengalah dan membuka suara, namun tak ada jawaban.
“kamu
masih seperti dulu Fa, tak pernah mau ngalah sama aku” hening, tak ada jawaban.
Dan itu bukan karena Zalfa tak ingin menjawab. Tapi bibirnya kelu, ia tak dapat
mengeluarkan sepatah kata pun, meski hanya sekedar jawaban “Iya”.
“Tapi
aku tetap senang bertemu kamu, meski sejujurnya aku berharap ketika kita
bertemu seperti sekarang ini kamu sudah merubah sifatmu yang ini” lanjutnya.
“Maaf, aku harus pergi ka. Dan maaf untuk
semuanya” katanya dan berlalu, meninggalkan laki-laki itu dalam segala ketidak
mengertiannya. Selalu begitu.
***
Malam
ini langit mendung lagi, seolah ikut merasakan suasana hati gadis yang sedang
menatapnya. Terduduk di teras rumah sambil melamun sampai kemudian Aka
tiba-tiba datang dan membuatnya semakin terdiam.
“Aku
masih ingin bicara sama kamu Fa makanya aku kesini” kata laki-laki itu ketika sudah
duduk di samping Zalfa. Zalfa deg-degan, detak jantungnya kian tak berirama. Namun
ia berusaha menguasai diri.
“iya
tak apa. seharusnya aku juga tidak pergi begitu saja tadi siang di tempat itu. Maaf”
menarik nafas,
“tapii,,
“ ucapannya menggantung
“kenapa?”
Tanya Aka mengejar.
“seharusnya
kamu tak kesini” keduanya terdiam, hingga
“Aku
masih terlalu mencintai kamu ka, meski dulu aku meninggalkanmu. Aku punya
alasan mengapa aku melakukan itu, tapi kamu pergi tanpa bertanya dan tahu
kenapa aku melakukan itu”, Zalfa menangis.
“dan
aku benar-benar tak menyangka kamu melupakanku secepat itu ka, kamu benar-benar
meninggalkanku. Bahkan, kamu punya kekasih baru” air matanya semakin tumpah,
dan Aka masih terdiam
“kamu
tak perlu kaget dari mana aku tahu semuanya. Karena masalahnya adalah bukan itu
sekarang ka. tapi. . .”
Tidiit. , tidiit… ada pesan masuk
“kapan balik Fa ?”, SMS dari Hayu. tapi diabaikan oleh Zalfa, ia lebih memilih
menyelesaikan masalah perasaan yang sudah lama membengkak di hatinya tanpa
seorang pun yang tahu. Tidak ibunya, tidak sahabat-sahabatnya, Tidak juga
lelaki di depannya sekarang ini. Tak seorang pun.
“tapi, kenapa kamu melupakanku secepat itu ?”Zalfa
menangis lagi.
“boleh
aku bicara Fa ? kamu terlalu banyak bicara dari tadi hingga tak ada celah
untukku”, Aka tersenyum, meski senyum itu terkesan dipaksakan.
***
Hari
ini cuaca panas sekali. Terik matahari sangat menyengat. Debu-debu yang dibawa
beterbangan oleh angin siang ini menyapu wajah gadis itu. Ia duduk di taman kampusnya dibawah
sebuah pohon besar yang entah pohon apa namanya. Menatap jauh ke depan, mencoba
mengingat pertemuannya dengan Aka. Sang
mantan kekasih. Ketika pulang minggu kemarin.
Ia
tak pernah menyangka akan bertemu lagi, dan mendengar sesuatu yang tak pernah
ia duga dari mulut lelaki impiannya itu. Percayalah, meski dulu Zalfa pernah
mengkhianati laki-laki ini namun jauh di lubuk hatinya yang terdalam ia sangat
mencintainya dan berharap laki-laki ini adalah yang terakhir dalam hidupnya.
Satupun tak ada yang tahu tentang hal itu.
Ketika
dulu Zalfa bersi kukuh ingin kuliah di kota, maka alasannya hanya satu. Ingin
pergi jauh dari segala kenangan yang akan mengingatkannya pada laki-laki itu.
Karena ia percaya, jika ia tak pergi dari tempat itu, ia akan bunuh diri dengan
segala perasaan yang melandanya. Ia teramat merindu pada sang kekasih yang
telah meninggalkannya entah kemana. Itu memang salahnya, tapi tak seharusnya
lelaki itu pergi tanpa kata. Dengan kesendirian, maka kesunyian akan
menghampiri. Kemudian perasaan rindu akan semua kenangan yang teramat menyiksa
dengan senang hati akan setia menemani. Dan sampai saat ini, Zalfa tak pernah
memberitahu mengapa dulu ia melakukan hal yang menyakitkan itu. Selingkuh.
“Apa
pun yang kamu katakan malam itu, apa pun yang kudengar darimu. Kita sudah
berakhir dan kau mencintai perempuan itu sekarang, itu kan yang kau katakan.
Tapi percayalah Ka itu takkan mengubah
segalanya, takkan mengubah perasaan yang telah kusimpan rapi selama ini. Aku
akan tetap menunggu. Menunggumu hingga semuanya pasti kau tercipta untuk siapa”
bisik Zalfa dalam hati, mencoba menguatkan dirinya dari perasaan yang teramat
menyiksanya saat ini. Ketika kemudian Doni dan Hayu menghampirinya ke bawah
pohon besar itu dan mengajaknya pulang.
Di
depan teman-temannya, Zalfa adalah sosok periang. Ia selalu bisa mencairkan
suasana ketika sewaktu-waktu terjadi ketegangan di antara teman-temannya karena
ada perbedaan pendapat. Ketika seringkali teman-temannya dibuat kesal oleh
sifat ngaretnya dan teman-temannya protes dengan segala caci maki, sekali lagi
ia tak pernah menggubris hal itu. Karena ia juga tahu bahwa dia adalah seorang
penunggu yang lebih handal dan tak pernah mengeluh meski kadang-kadang ia
merasa bosan karena tak tahu sampai kapan ia harus menunggu. Menunggu lelaki itu. Ia selalu membiarkan
dirinya berada pada keadaan menunggu, dan tak pernah berhenti membuat
teman-temannya menunggu untuk dirinya. Dirinya yang selalu ngaret.
***
Empat
tahun telah berlalu, semenjak hari wisuda. Zalfa jarang bertemu dengan
sahabat-sahabatnya. Terakhir mereka berkumpul dalam acara pernikahannya Cicil
dan Irfan yang kini sudah merasakan menjadi orang tua. Akhirnya, Cicil mampu
mencairkan kebekuan hati Irfan hingga sekarang mereka berakhir bahagia.
Tiya
memilih melanjutkan S2 nya keluar negeri karena meski ia tak berasal dari kota,
tapi ia berasal dari keluarga yang mampu dan menemukan tambatan hatinya di luar
negeri. Yeyen, memilih langsung bekerja dan ia diterima di salah satu
perusahaan sewa guna, dan satu lagi ia juga belum menikah. Sedangkan Doni
Memilih langsung menikah dengan adik tingkat yang beda jurusan, meski pacarnya
itu belum selesai kuliah. Ia takut didahului orang, katanya.
Yafi
dan Gio terakhir terdengar kabarnya, mereka bekerja sama membangun sebuah
usaha, yang entah usaha apa. Mungkin saja usaha roti, seperti yang dulu mereka
jalani semasa masih kuliah. Dan Hayu si gadis bertubuh kekar itu ternyata juga
sudah menemukan calon belahan jiwanya dan sebentar lagi akan menikah, katanya.
Dan terakhir si Tari, gadis yang memiliki banyak misteri dalam hidupnya tak
pernah lagi terdengar kabar tentangnya.
Sedangkan
Zalfa, jangan ditanya. Tentu saja ia masih menunggu sesuatu yang tak pasti.
Menunggu laki-laki itu tentu saja. Namun setidaknya ia dapat mewujudkan
mimpinya, memiliki tempat persewaan buku. Tempat ia memajang novel-novel
favoritnya dan membiarkan para pecinta novel menikmati novel-novel yang ia pajangkan. Mimpi ini dulu ia rancang bersama Tiya. Tapi, karena
Tiya menemukan hidupnya di luar negeri jadi Zalfa menjalani ini sendiri.
Mungkin di sana Tiya juga mewujudkan mimpi ini. Entahlah, Siapa yang tahu,
karena Tiya tak pernah berkabar.
Zalfa
sedang duduk sendiri, memandang kendaraan yang lalu lalang dari dalam tokonya.
Ia memilih membiarkan beberapa laki-laki yang pernah datang meminta dirinya
untuk mencoba membuka hati bagi mereka tetap menunggunya. Dan sampai akhir ia
masih membiarkan dirinya berada dalam keadaan menunggu dan ditunggu. Ketika ia bingung tak tahu harus apa,
tangannya berakhir pada selembar kertas dan mengambil polpen. Kemudian memilih
menulis untuk menghapus rasa bosan hari ini. Apa saja, yang penting ia menulis.
Dan jari jemarinya, meliuk-liuk di atas kertas
itu.
“Adakah kau ingat ketika wajah mu memerah karena malu
?
Mengutarakan cinta dengan
suara parau karena tersekat ragu
Aku senyum malu-malu jika mengingat waktu itu
Kau tertunduk diam, menunggu jawabku
Dan wajah itu semakin bersemu merah ketika kukatakan “Iya”
Kau bahagia, tentu saja
Namun akhirnya kau memilih pergi karena salahku
Tapi kau tahu, rasa itu tak pernah berlalu
Selalu untukmu
Dan itu pernah kukatakan
ketika tak sengaja kita bertemu pada malam yang sendu
Sampai kini aku tetap memilih untuk menunggu
Hingga waktu menjawab kau untukku atau bukan”
Mataram,
11 Juni 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Belajarlah menghargai dari hal-hal yang kecil :D